Informasi Olimpiade

Post Page Advertisement [Top]

GEOGRAFI

Penginderaan Jauh Dasar

Penginderaan jauh adalah ilmu atau seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek atau gejala atau daerah yang dikaji. (Lillesand & Keifer, 1994).

Proses perolehan citra pada penginderaan jauh melibatkan sederet proses yang akan dideskripsikan sebagai berikut:
a.     a.  Sumber energi
Dalam penginderaan jauh digunakan energi berupa radiasi elekromagnetik. Penginderaan jauh pasif menggunanakan matahari sebagai sumber energi elektromagnetik. Penginderaan jauh aktif mempunyai sumber energi sendiri untuk menghasilkan energi elektromagnerik, misal radar. Penginderaan pasif bervariasi berdasarkan waktu dan lokasi sedangkan penginderaan aktif lebih dapat dikontrol. Sumber energi, baik pada penginderaan jauh pasif maupun aktif mengemisikan radiasi elektromagnetik (EMRs) pada panjang gelombang yang dapat ditangkap oleh sensor.

b.    b. Interaksi EMR dengan atmosfer
EMR berinteraksi dengan kondisi atmosfer sewaktu menjelajah dari sumber radiasi ke objek di permukaan bumi dan dari objek permukaan bumi kembali ke sensor. Selama menjelajah inilah EMR mengganti propertinya karena energi yang hilang dan perubahan pada panjang gelombang,hal ini berpengaruh pada penginderaan EMR oleh sensor. Interaksi dengan atmosfer ini kerap berujung pada gangguan oleh atmosfer (atmospheric noise).

c.      c.  Interaksi EMR dengan objek-objek di permukaan bumi
EMR akan mengalami berbagai macam perlakuan seperti dipantulkan, diserap, ditransmisikan dan diemisikan oleh permukaan bumi. Jumlah EMR yang dipantulkan, diserap, ditransmisikan dan diemisikan tergantung pada material di permukaan yang melakukan kontak dan EMR itu sendiri.

d.   d.    Deteksi EMR oleh sensor penginderaan jauh
Alat penginderaan jauh merekam kembalinya EMR ke sensor setelah berinteraksi dengan objek-objek di muka bumi. Jenis EMR yang bisa dikenali oleh alat tergantung pada jumlah EMR dan kemampuan sensor.

e.   e.    Transmisi data dan pemrosesan
EMR yang direkam oleh alat pada wahana penginderaan jauh (satelit, pesawat, dll) kemudian ditransmisikan ke stasiun penerima yang ada di bumi. Di stasiun penerima, EMR akan dtransformasi menjadi output digital atau citra analog yang dapat diinterpretasi.

f.     f.   Pemrosesan citra dan analisis
Citra satelit digital diproses menggunakan software. Pemrosesan citra dan analisis lebih lanjut akan menghasilkan ekstraksi informasi yang diperlukan oleh pengguna.

Salah satu penerapan penginderaan jauh di Indonesia adalah sebagai alat bantu untuk inventarisasi dan mengevaluasi kondisi sumberdaya di Indonesia. Penginderaan jauh memberi berbagai macam keuntungan dalam hal ini, diantaranya:
a.       Citra penginderaan jauh dapat digunakan sebagai informasi di data warehouse agar mempermudah penyusunan manajemen data spasial mengenai sumberdaya.
b.       Citra dapat dibuat secara cepat meskipun pada daerah yang sulit dijangkau, misal hutan, rawa, pegunungan.
c.       Citra menggambarka objek di permukaan bumi dengan wujud dan letak objek yang sesuai dengan kondisi asli di lapangan.
d.       Citra akan menghemat waktu dan biaya tanpa harus survey terjun langsung melihat kondisi sumberdaya ke lapangan.
e.       Citra tertentu dapat memberikan gambar tiga dimensi jika dilihat melalui stereoskop. Gambar tiga dimensi tersebut mampu menyajian model objek yang lebih jelas, relief lebih jelas, dan memungkinkan pengukuran beda tinggi, pengukuran kemiringan lereng, dan pengukuran volume.

Penggunaan lahan dan perubahan area hutan karena deforestasi turut berkontribusi dalam menyumbang emisi gas rumah kaca di Indonesia. Sisa hutan di Indonesia menyimpan karbon yang sangat signifikan. Hutan di Indonesia telah menjadi subjek perhatian internasional termasuk penginderaan jauh untuk mengidentifikasi hot spots akibat deforestasi. Masalah kebakaran hutan yang rutin terjadi ini menjadi bencana nasional karena kerugian yang diakibatkan berdampak pada berbagai bidang. Isu kebakaran hutan, deforestasi, serta alih fungsi lahan di Indonesia dipantau secara berkala dengan teknologi penginderaan jauh. Komponen yang disajikan oleh penginderaan jauh antara lain analisis perubahan lahan di area hutan. Contoh, program penginderaan jauh INCAS menghasilkan peta tahunan tentang perubahan luas hutan dengan melihat citra Landsat periode 2000-2012.  Sistem pada INCAS telah mengembangkan analisis regional di Kalimantan, Sumatera, Papua, Sulawesi, Jawa, Nusa Tenggara, dan Kepulauan Maluku, meggunakan metodologi yang konsisten secara nasional.

Pada gambar 1, wilayah Kalimantan bagian tengah dan selatan merupakan salah satu daerah tujuan transmigrasi dimana hutan dan lahan basah banyak berkurang sejak 1996 untuk keperluan pertanian dan permukiman. Gambar menunjukkan daerah mana saja yang mengalami deforestasi sejak tahun 2000, sekaligus mengidentifikasi area dan waktu reforestasi. Provinsi Riau (gambar 2) merupakan daerah dimana sebagian besar hutannya hilang dan mengalami alih fungsi lahan. Riau juga merupakan daerah tujuan transmigrasi. Hutan ditebangi untuk keperluan kelapa sawit. Hasil citra Landsat tentang area hutan ini telah didistribusikan ke berbagai lembaga di Indonesia.

Gambar 1


Gambar 2

(Sumber: Indonesia’s National Carbon Accounting )
Penginderaan jauh sebagai alat pemantau hot spot kebakaran hutan di Indonesia dapat memperkirakan tingkat deforestasi suatu daerah, dan memetakan perkiraan alih fungsi lahan, dan manajemen hutan.

Referensi:
Lillesand, Kiefer. 1994. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta
Roswintiarti et al, 2013, ‘A National System for Monitoring Forest Changes’, IEEE 2013 International
Geoscience & Remote Sensing Symposium (IGARSS 2013), July 21-26.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]

| Designed by Colorlib